Resensi Buku (Book Review) Koerniatmanto Soetoprawiro, Pengantar Hukum Pertanian, Jakarta: Gapperindo, 2013.

M. Rendi Aridhayandi, Aji Mulyana

Abstract


Koerniatmanto Soetoprawiro merupakan Dosen sejak tahun 1981, dan Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung sejak tahun 2007. Lahir di Bandung 25 Februari 1953. Pada tahun 1981 lulus dari Fakultas Hukum Jurusan Hukum Tatanegara Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Pada tahun 1989 lulus dari Fakultas Pascasarjana Program Pendidikan Magister Program Studi Ilmu Hukum Bidang Kajian Utama Hukum Ketatanegaraan Universitas Padjadjaran Bandung. Pada tahun 1998 lulus Program Pascasarjana program studi Doktor Ilmu Hukum Bidang Studi Hukum Administrasi Universitas Airlangga Surabaya.

Buku ini dimulai dari suatu ironi manakala ternyata sektor pertanian dan perikanan bukanlah primadona dalam sistem perekonomian nasional. Petani dan nelayan bukan pelaku utama, bahkan tersisih dari kancah sistem perekonomian nasional, kemiskinan struktural justru menimpa para petani dan nelayan yang merupakan penghuni kawasan pedesaan dan pesisir. Masalahnya, kawasan pedesaan dan pesisir ditempatkan sebagai periferi semata dalam sistem sosial itu sendiri.

Pertanyaan yang muncul adalah, apakah yang menjadi kontribusi hukum dan pemerintah atas fenomena tersebut diatas? ada yang salah dalam sistem hukum dan pemerintah rupanya, hukum dan pemerintah rupanya tidak risau dan tidak mengutamakan sektor yang menjadi sumber kehidupan warga masyarakat yang miskin, tersisih, dan terlantar ini, dengan demikian sistem hukum dan pemerintahan perlu mengubah struktur dan fokus pelayanannya.

Selain itu merupakan fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa hukum nasional Indonesia itu adalah warisan hukum (kolonial), yang di kembangkan atas dasar falsafah individualistik. Berbagai hak dan kewajiban yang di atur dan dilindungi oleh sistem hukum adalah hak dan kewajiban individual. Berbagai konflik kepentingan yang di selesaikan oleh hukum adalah berbagai konflik individual. Keadilan yang hendak di tegakan adalah keadilan individual. Keadilan sosial peraktis di abaikan, karena masyarakat hanyalah kumpulan individu. Manusia sebagai mahluk sosial bukanlah kodrat. Manusia sebagai pribadi sejarah yang kodrati. Manusia berkumpul dan berorganisasi itu semata mata karena adanya kontrak sosial, yang nota bene fiktif itu. Akhirnya manusia berjuang untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya sejauh mungkin, setingi mungkin, dan sekuat mungkin, demi kesempurnaan diri pribadinya sendiri. Perjuangan pribadi tersebut seringkali abai dengan nasib sesamanya, bahkan tidak jarang mengorbankan pihak lain.

Manusia secara kodrati adalah makhluk pribadi yang bermartabat, sekaligus makhluk sosial yang hanya dapat maju dan berkembang bersama dengan sesamanya itu. Keadilan sosial dengan demikian harus menjadi tonggak utama pengembangan hukum itu sendiri. Hal ini selaras dengan Pancasila sebagai dasar negara sekaligus sebagai jatidiri Bangsa Indonesia itu.

Disamping kultur hukum yang cenderung eksploitatif terhadap sesama manusia, kultur hukum yang ada ternyata juga eksploitatif terhadap alam ciptaan Tuhan. Hukum disusun guna mendukung dan melindungi sistem bisnis dan perekonomian yang tidak ramah terhadap alam karya Tuhan itu. Hukum direksa atas dasar asumsi bahwa manusia berhak atas alam. Manusia lalu serakah menghancurkan kekayaan alam demi kesejahteraan pribadi, tanpa peduli dengan kerusakan alam yang diakibatkannya, dan tanpa peduli akan masa depan anak cucunya sendiri. Celakanya, hukum modern dibangun untuk mendukung dan mereksa keserakahan manusia tersebut. Sekali lagi, pola pikir ataupun mindset hukum ini perlu diubah menjadi hukum yang mereksa dan yang mendorong agar manusia bekerjasama dengan alam karya ciptaan Tuhan itu sendiri.

Hal tersebut di atas yang mendasari dan menjadi inspirasi dibangunnya cabang hukum yang disebut Hukum Pertanian. Oleh karena itu sifat dasar Hukum Pertanian ini adalah perjuangan demi tereksanya kehidupan, martabat manusia dan keutuhan alam ciptaan Tuhan Alam Semesta. Artinya, Hukum Pertanian senantiasa berjuang untuk mengeliminasi keserakahan manusia terhadap sesama manusia dan terhadap alam. Sementara itu tujuan pokok Hukum Pertanian tereksanya keadilan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama bagi para petani (kecil) dan nelayan (kecil) yang miskin, tersisih, dan menderita. Pada gilirannya, Hukum Pertanian bertugas untuk mendorong sistem bisnis dan perekonomian yang bermartabat dan beradab. Hukum Pertanian mendukung sistem bisnis dan perekonomian yang respek terhadap kehidupan, martabat manusia, dan keutuhan alam. Hukum hendaknya merupakan ungkapan cinta terhadap kehidupan itu sendiri. Law is Love for Life.


Full Text:

PDF


DOI: https://doi.org/10.35194/jhmj.v4i1.370

Refbacks

  • There are currently no refbacks.




Jurnal Hukum Mimbar Justitia INDEXED BY :

/